Minggu, Maret 29, 2009

Serpihan Air Mata Hati Debu Jalanan*

Sejarah begitu sabar menunggu kemenangan manusia-manusia durjana, dan cinta yang murni adalah kenyataan yang tak pernah kita terima sebagai kebenaran.

Hidup itu hakikatnya ketakbisaan untuk mengelak… karena itu tinggi nilainya setiap usaha pemberontakan terhadap sebuah garis… kita tau, semua tau itu adalah sia-sia tapi kita diperintah untuk melawannya… kita bahkan dicipta untuk menabraknya…

Tuhan adalah sebuah pewujudan ribuan derita iman, yang tak perna lengkap dicerna manusia dan tak mampu apa-apa kecuali berkelahi dan berjamaah dengan bayangan-bayangannya sendiri…

Akuilah, kalian semua pengikut Adam, yang terusir pengiring mempelai Hawa, yang memanggul rasa berdosa … tapi aku, tak menyesal menjadi nafas irada Tuhan, yang berhembusan dan menari diserpian awan …
aku bahagia menjadi jalan setapak di hutan-hutan, dusun-dusun dan perkampunga bumi Tuhan yang mengekal diluas angkasa…

Kita bukanlah makhluk jejadian yang bisa dibentuk apa saja, A, B, C, atapun Z, bahkan tak dimengerti jejadinya…kita bukanlah robot, boneka, atau anjing piaraan dengan remot sang penguasa bisa diarahkan kemana saja…

Orang-orang tak perna serius dengan kebaikan, tak perna bersungguh-sungguh dengan kebenaran…kita cuma main-main memperolok zaman dan memperburuknya dengan kemalasan dan kesombongan…

Kitalah segerombolan perasaan sia-sia yang menuding langit dan menghujam bumi… bertanya hidup untuk apa, kecuali berak dan air mata… menuntut jawab hidup mulia bagaimana… kecuali gempar dengan perasaan syahdu dan gemuruh dengan perasaan langut…

(Footnotes)
* Seluruh naskah ini diambil dalam buku dokumentasi karya Teater HASTASA
* Komunitas anak2 yang takpernah menghirup segarnya udara kemerdekaan.
Selengkapnya...

Pembodohan Itu Menjelma Dalam Bentuk “Pendididikan”

There is never under developed country, there is always under managed country, tidak ada Negara terbelakang, yang ada adalah Negara yang tidak dikelolah dengan baik, begitupun tidak ada pendidikan yang terpuruk yang ada adalah pendidikan yang tidak ditata dengan baik. Keyakinan masyarakat Amerika latin yang banyak dikutip oleh peter drucker ini layak menjadi renungan bagi Negara dan pendidikan di Indonesia dan orang yang berkepentingan di dalamnya.

Ketika pendidikan kita masih bertumpu pada semangat yang mulia bahwa pendidikan adalah bukan lahan bisnis tapi pendidikan merupakan instrumen pembentukan kesadaran kritis, Nilai humanis yang telah menjadikan pendidikan eksis dan akses yang sangat penting ditengah kehidupan social masyarakaat, Kemudian secara formal dirumuskan pada awal pemerintahan rezim orde baru dengan istilah tri drama perguruan tiggi ( terdiri dari pendidikan , peneletian dan pengapdian ) ketika itu intervensi kapitalisme tidak terlalu tinggi, aktivitas pendidikan semata - mata hanya mengaju pada tiga hal tersebut karena pada waktu itu kapitalisme tidak menjadi isu sentral bagi pendidikan kita.

Dulu, Pemerintah kita masih mempunyai peran yang sangat aktif dalam pendidikan kita, tugas pemerintah untuk manyantuni penuh dunia pendidikan telah berdampak positif bagi perkembangan pendidikan, kegiatan akademik diselenggarakan oleh pemerintah sepenuhnya agar masyarakan dapat memperoleh akses pendidikan tanpa mengeluarkan biaya yang tingi dan dapat menjangkauinya, tidak heran ketika pada tahun 70-an pendidikan di Indonesia merupakan paling maju diantara Negara – Negara di kawasan asia tenggara dan Negara -Negara tetangga lainnya. Malaysia harus mengeluarkan tidak sedikit uang dari anggaran belanjannya untuk mendatangkan pengajar dari Indonesia untuk mengajar dinegeri jiran tersebut dan tidak pula sedikit pelajar indonesi yang diusung untuk menjadi percontohan pelajar disana.

Seiring dengan system pasar bebas yang makin meningkat yang sering disebut Globalisasi. Kapitalisme menjadi isu sentral bagi dunia ekonomi di negara ketiga khususnya Indonesia, lambat laun telah masuk pada sector pendidikan dan menjadi boomerang bagi pendidikan diindonesia, mendadak dunia pendidikan kita 180 % berubah menjadi sangat meprihatinkan, semua kegiatan akademik berorentasi pada materialistic, pendidikan kita bahkan telah jauh dari makna hakikat pendidikan itu sendiri yang seharusnya sebagai instrument dan wadah untuk menggalakkan nilai humanis,wahana untuk menciptakan keadilan social, proses untuk membebaskan manusia serta melanjutkan eksistensi sebagai manusia yang memanusiakan manusia, pendidikan berubah menjadi sarana “memproduksi “ system dan strukturak ketidak adilan dalam kehidupan masyarakat, dominasi kelas, relasi gender, warna kulit, dan ketimpangan perubahan sosial di masyarakat, lebih para lagi ketika pendidikan kita menjadi alat legitimasi untuk melanggengkan kekuasaan para civital akademitas dan para penguasa negeri ini, semuanya seakan telah menjadi gunung es yang siap kapan dan dimanapun akan mencair seiring dengan perkembangan pendidikan kita yang lebih mengkedepankan nilai pragmatisnya ketimbang nilai humanisnya, dan ujung ujungnya serta endingnya masyarakat kecil yang akan menjadi korban.

Paham Neo liberalisme yang mengusung istilah kapitalisme, komersalisasi dan istilah yang lainya dalam pendidikan telah mengancam eksistensi pendididkan di Indonesia, ciri neo liberalisme dengan kapitalisme dalam pendidikan adalah komodifikasi pendidikan ( education of comodification ), Komodifikasi pendidikan merupakan proses tranformasi yang menjadikan pendidikan sebagai komoditi atau barang untuk diperdagangkan demi mendapat keuntungan, Pendidikan dalam hal ini dapat di gunakan untuk mengakumulasi capital dan mendapat keuntungan yang sebanyak banyanknya, pendidikan dilogikakan dan narasikan dengan restoran cepat saji ala Mc Donal’s sehingga sering disebut dengan Mc Donaldisasi pendidikan yang lebih mengkedepankan kuantitas, semakin banyak menghasilkan lulusan sarjana, diploma, doctor atau master serta langsung siap saji pada pasar bebas semakin kita dianggap telah sukses dalam mengelolah pendidikan, tidak lagi menkedepankan kualitas nilai kemanusiaan, sehingga studi yang berorentasi pada nilai humanisme seperti filsafat, budaya, social serta agama yang tidak menghasilkan uang cemas cemas untuk ditinggalkan, ironisnya kesemua bidang humanisme tersebut jelas -jelas telah memberikan sumbangsi yang amat besar dalam permasalahan kemanausiaan

Model- Model dan ideology pendidikan seperti diatas telah merambah di dunia pendidikan Indonesia, dewasa ini penyelenggaraan pendidikan ( liberalisme ) dirasakan telah menyesengsarakan rakyar kecil, karena pendidikan seperti itu telah tercampuri oleh kepentingan politik dan ekonomi, dan menjadi legitimasi untuk dominasi penguasa serta orang yang punya duit tebal,

Hampir 52 % pendudukan Indonesia berada pada garis kemiskinan dan 11 juta anak putus sekolah telah menjadi bukti akan kegagalan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, Image pendidikan sebagai pengangkat kemiskinan harus di tinjau ulang lagi, bahkan pendidikan diindonesia telah mencerumuskan masyarakat pada dehumanisme.

Revivalitas Pendidikan
Selama perjalanan perkembangan pendidikan Indonesia ideologilah yang mempunyai peran vital dalam surut pasangnya proses penyelenggaan pendidikan kita. Karena akan mempengarui system, misi,metode dan tujuan dari pendidikan itu sendiri, hakekat dari pendidikan yang sebenarnya sebagai nilai pembebas manusia dari ketidakadilan dan kesadaran kritis berubah menjadi komoditi yang dapat di nilai dengan nominal

Solusi paling efektif adalah melakukan revivalitas dalam pendidikan baik ideology,misi, inteprestasi hakikat pendidikan maupun tujuan pendidikan itu sendiri, dengan mengaju pada nilai pokok subtansi pendidikan yakni sebagai proses memanusiakan manusia ( humanisme ), Sebaga pendidikan “ pembebas manusia “ lahir dari asumsi akan dehumanisme yang muncul karena system yang salah dan mismanajement,
Dan realitas itulah yang melanda proses peyelenggaraan pendidikan di Indonesia, pendidikan yang melahirkan ketidak adilan dan dehumanisme harus di rubah dengan nilai educasi yang cocok dengan kontek indonesisa dan subtansi pendidikana saat ini, yakni kesadaran kritis dan pendidikan yang netral sebagai tempat penelitian perenungan danterung dikembangkan tanpa didasari oleh nilai nominal dan lahan bisnis semata.
Selengkapnya...

MAHASISWA; Kaum Epistimic Community (AKADEMISI)

Mahasiswa.Begitulah kir-kira sebutan atau panggilan masyarakat untuk seorang pelajar yang baru menyelesaikan masa belajarnya di bangku sekolah ,lalu melanjutkan studi di perguran tinggi. Julukan ini bukan tanpa makna.Didalamnya tersimpan berbagai kekuatan.

Sudah menjadi stigma di masyarakat bahwa mahasiswa sudah di daulat sebagai calon penerus bangsa,calon pemimpin,calon inteleklektual yang diharapkan untuk bisa mencerdaskan bangsa serta negaranya. Di bahu mahasiswalah masyarakat mengharapkan perbaikan.Harapan yang bukan sekedar pengharapan belaka,sejarah perjuangan para mahasiswa sudah membuktikan.Karna dalam dirinya mempunyai sifat yang khas,yaitu pada kekuatan daya nalarnya atau yang biasa disebut dengan student power of reason,dan mahasiswa termasuk dalam kategori pekerja otak (knogledge worker).Bangku kuliah dan hasil dari proses berdilektika itulah yang membangun keintelektualnya.
Bagi penulis keintelektualan mahasiswa akan terbagi menjadi dua kelompok yaitu:

Intelektual Organik (lihat: Hegemoni Gramsi).Tetapi para intelektual organic di bangsa kita kebanyakan tidak memihak kepada rakyat,malah keintelektualannya dijadikan hegemoni penguasa bisa kita lihat para intelektual yang tergabung dalam Fredoom Institut (rizal malaranggeng cs) yang melegitimic atau mengamini kebijakan pemerintah dengan menaikkan BBM. Padahal kondisi bangsa Indonesia masih mengalami permasalahan yang multidimensi.

Intelektual tradisional adalah para intelektual yang mencoba menjaga stabilitas atau yang mencoba meringankan rakyat bangsa ini, Bila akademisi memilih berpihak kepada rakyat (Kompas senin 12 juli 2004)Kalau kita amati apa yang dilakukan para kaum akademisi tersebut adalah sangat jelas, orentasi bahwa rakyat sekarang butuh dengan pendampingan dari kaum-kaum intelektual dan hal ini termasuk membangun sumber daya manusia Indonesia.

Keberpihakan kaum akademisi kepada rakyat merupakan sebuah modal yang yang sangat berharga bagi kemajuan bangsa Indonesia. Seandeainya aparat,birokrasi,dan politisi mau mengikuti jejak mereka.Pasti anda biasa menyimpulkan dan membayangkan sendiri kan.
Selengkapnya...