Jumat, Maret 27, 2009

Pendidikan Anti Pembekuan

Pendidikan bergaya banking education dengan bersikap top down ternyata tidak dapat mewujudkan pendidikan yang kritis malah terjadi pembekuan nalar maka untuk mewujudkan pendidikan yang dapat mengantarkan anak didik menjadi kritis, Poulo freire menawarkan pendidikan yang bergaya PMMS agar tercipta pendidikan yang dialogis sehingga dapat menyelesaikan ketimpangan-ketimpangan diranah kehidupan.

Seperti yang telah dikatakan oleh kuant tsu bahwa Jika anda hanya memperhatikankan keadaan satu tahun mendatang, cukuplah anda taburkan benih. Jika anda memperhatikan keadaan sepuluh tahun mendatang, tanamlah sebatang pohon. Dan jika anda memprihatinkan keadaan seratus tahun mendatang berikanlah pendidikan yang benar kepada rakyat.

Sesuai dengan penggalan kalimat diatas, maka hal yang paling signifikan sekaligus harus diperhatikan adalah bagaimana menciptakan pendidikan yang benar-benar dapat menjadikan rakyat/anak didik menjadi lebih kritis sekaligus dapat mengantarkan anak didik menjadi berkwalitas sehingga ketika anak didik pada umumnya mendapatkan berbagai macam permasalahan baik yang berkaitan dengan kondisi sosial budaya maupun politik dapat terselesaikan.

Bidang politik misalnya bagaimana anak didik dapat membaca kebijakan pemerintah/negara berkaitan dengan pendidikan baik itu yang menyangkut kurikulum maupun kebijakan-kebijakan yang lainya. Bidang Sosial budaya bagaimana anak didik dapat menyelesaikan permasalahan atau memberikan solusi yang terbaik ketika ada ketimpangan-ketimpangan didalam kondisi sosio budaya dan terakhir bidang ekonomi bagaimana anak didik dapat mengembangkan SDM yang lebih unggul agar supaya didaerahnya tercipta kondisi yang sejahtera.

Namun seperti yang kita ketahui bersama bahwa kondisi negara indonesia sekarang ini sedang dalam keadaan yang carut marut, terbukti mulai dari bidang ekonomi sampai sekarang warga negara indonesia masih belum bisa menyelesaikan dari dampak krisis moneter , sosial budaya banyak terjadi kenakalan remaja dan lain sebagainya. Hal ini yang jelas adalah kesalahan utama dari pada pendidikan

Harus diakui, bahwa pendidikan di indonesia memang terjadi banyak kepincangan. salah satunya adalah terletak atas dasar kebijakan pemerintah yang kurang bijaksana dalam menentukan kemajuan pendidikan. tetapi yang patut kita salahkan bukanlah negaranya akan tetapi orang-orang yang berkepentingan untuk memperlancar dominasi pada masyarakat indonesia dan juga ingin melanggengkan status quo. Maka jalur yang paling bagus yaitu melalui jalur pendidikan.


BANKING EDUCATION
Para rezim yang berkepentingan dalam rangka untuk dapat melanggengkan status quo, maka hal yang paling strategis dan paling signifikan sesuai dengan apa yang telah saya uraikan diatas, dan untuk membekukan daya nalar anak didik agar tidak mempunyai pemikiran yang kritis. maka instrument yang mereka gunakan adalah melalui jalan pendidikan dengan lewat metode pembelajaranya/proses pengajaranya karena motode adalah sangat signifikan sekali dalam menciptakan dan membentuk anak didik. Karena semakin bagus motode yang digunakan semakin bagus pula out put yang dihasilkan begitupun sebaliknya Semakin jelek metode yang digunakan maka tidak menutup kemungkinan out put yang dihasilkan juga jelek.

Maka sebagai langkah awal dari kebijakan tersebut pemerintah mengambil kebijakan penyeragaman diseluruh lembaga pendidikan di indonesia. Sehingga peran dari negara terhadap lembaga pendidikan disetiap daerah sangat signifikan. Karena lembaga pendidikan sudah didominasi dan diatur dengan sedemikian rupa. sedangkan otoritas dari lembaga pendidikan disetiap daerah hanya menjalankan kebijakan tersebut maka tidak dapat disalahkan kemnudian disetiap lembaga pendidikan yang ada didaerah dalam melaksanakan pendidikan juga sangat sederhana sekali artinya pendidik ketika menjalankan proses belajar mengajar menggunakan metode banking education atau top down.

Pendidikan model banking education diakui maupun tidak banyak mengalami kelemahan karena pendidikan model ini bukan lagi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tetapi malah membodohkan kehidupan bangsa bagaimana tidak ? pendidikan bukan lagi diajak untuk berfikir lebih kritis tetapi pendidikan diarahkan pada pemahaman dan bahkan penghafalan terhadap tekstual saja.

Proses pendidikan penghafalan seperti ini apa yang dikatakan oleh poulo freire bahwa anak didik hanya dapat menguasai pelajaran sebanyak mungkin guna menghadapi ujian test, dimana pada kesempatan tersebut anak didik harus mengeluarkan apa yang telah dihafalkan. Dengan tidak menutup kiemungkinan terjadinya suasana ketegangan secara terus menerus yang dialami anak didik akibat selalu dihadapkan pada ketakutan ujian yang menghadang. Akibatnya pendidikan hanya terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak sejalan dengan pengembangan indiovidu sebagai suatu kesatuan yang utuh dan berkepribadian. Sementara ketika mendapatkan problem yang menghantamnya atau ketimpangan-ketimpangan yang muncul diranah kehidupanya tidak dapat menjawab sekaligus menyelesaikanya.

Kalau sudah pendidikan disetting dengan model yang sedemikian rupa, maka tidak menutup kemungkinan anak didik dan masyarakat pada umumnya, yang menghuni dibuka bumi ini akan menjadi goblok, dan tidak bisa membaca realitas sekitar. Sehingga rezim yang mempunyai kepentingan untuk bisa mendominasi sekaligus untuk melanggengkan status quo akan tetap solid

Menurut Dr. zamroni, kepala bidang pusat informatika dan kebudayaan departemen pendidikan nasional menilai bahwa orientasi dari pada pendidikan kita adalah cenderung memperlakukan peserta didik berstatus objek, guru sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktrinator sehingga materinya subject oriented dengan management sentralistik.

Proses pendidikan di indonesia sekarang ini, yang menggunakan model banking education hampir terjadi diseluruh lembaga pendidikan. namun kebanyakan model seperti ini terjadi disebuah lembaga pendidikan yang berada di pedesaan jauh dari perkotaan. Entah karena dipedesaan itu kurang informasi pendidikan yang lebih unggul dari indonesia atau mungkin karena masih kental dengan sifat agamis sehingga mereka menganggap pendidik adalah segala-galanya.

Memang, eksistensi sebagai seorang pendidik sangat signifikan sekali dalam pendidikan untuk dapat menciptakan sebuah pendidikan maupun lembaga pendidikan yang bagus. namun ketika guru menganggap posisi dirinya adalah sebagai pembimbing, bahkan sebagai seorang superior yang kaya dengan segalan ilmu pengetahuan sementara anak didik adalah paling bodoh ( goblok ), ibarat sebuah tabung kosong yang harus diisi dengan air oleh pemiliknya tidak menutup kemungkinan juga sebagai anak didik harus dijejali dengan ilmu pengetahuan oleh yang menguasainya yakni pendidik. maka hal demikian jelas sangatlah naif sekali, karena pendidik akan banggga dan pokoknya serba lebih sehingga natinya akan bertindak kepada anak didiknya semena-mena bahkan tidak memanusiakan manusia. Bagaimana tidak . ? hal riil terjadi, bahwa impact dari rasa kebanggaan tersebut nantinya sangat berdampak negatif ketika proses belajar mengajar terjadi. Terbukti mereka akan berasumsi ketika sedang memberikan ilmu pengetahuan mereka mengibaratkan layaknya semacam barang/ uang. dimana barang/uang tersebut kapanpun bisa ditransfer dari satu tempat ketempat yang lain. Berarti ilmu pengetahuan ditransfer dari pendidik kepada anak didik. Mungkin anak didik menerima pengetahuan dengan model semacam itu hadiah atau barang yang dibeli. ini berarti sebagai seorang pengajar berkewajiban untuk mendominasi anak didiknya untuk menerima apa saja yang diberikanya tersebut.

Dengan demikian tidak dapat disalahkan ketika pendidik beranggapan bahwa mereka adalah superior dan orang yang paling berperan utama dalam pendidikan. maka hal itu kemudiam lantas akan mengakibatkan anak didik didominasi dengan menjadikan mereka sebagai objek dari proses pendidikan bukan sebagai subjek. Padahal kalu dipikir Bukankah keduanya adalah sama-sama berproses dalam rangka untuk menyelesaikan sekaligus menjawab problem yang sedang terjadi. Atau paling tidak sebagai pengantar saja dan mengapa tidak sama-sama sebagai sobjek

PENDIDIKAN YANG MENONJOLKAN MASALAH SOSIAL
( Problem possing educatin atau PMMS)
Pendidikan yang bermodel banking education haruslah segera dirubah karena dapat berakibat tercipta ketidakadilan ( unequality ), antara pendidik dan anak didik sehingga sulit untuk menciptakan pendidikan yang dialogis. mengapa ? bagi pihak pendidik posisinya sangat menguntungkan karena sebagai seorang pendidik, salah satunya mereka akan sangat mudah untuk memasukkan idiologinya kepada anak didiknya agar bisa di dilaksanakannya, sementara anak didik sangat dirugikan artinya anak didik harus melaksanakan segala idiologi yang telah ditanamkan pada dirinya. misalnya membentuk mentalitas anak didik, percaya bahwa guru adalah digugu lan ditiru kalau tidak bakal sengsara dan lain sebagainya. makanya setiap perkataan yang datang dari mulutnya harus diterima, dipercaya dan harus mengikutinya. Apakah itu membawa kemunduran atau menunjukkan pada kemajuan. Dengan demikian kalau boleh dikatakan bahwa model semacam ini tidak jauh berbeda dengan istilah jawa guru kencing berdiri murid kencing berlari.

Selama ini pendidikan di indonesia yang bersifat dialogis belum dapt terwujudkan sampai sekarang. Apakah itu disebabkan karena minimnya kontrol dari pusat maupun daerah ataupun karena pendidik telah enjoy dengan model pendidikan yang berbasis banking ewducation ataukah juga anak didk sendiri yang tidak menciptakanya ataupun juga kedua-duanya .

Untuk itu sebagai lawan dari pendidikan banking education paoulo freire menawarkan sebuah pendidikan yang bermodel PMMS ( Pendidikan yang menonjolkan masalah sosial ) karena dalam konsepnya ini pendidikan bukan lagi berupa penghafalan, pemahaman terhadap tekstual, anak didik analah bodoh ibarat tabung yang harus diisi dengan air melainkan didalam teori PMMS ini berasusmsi bahwa anak didik juga mempunyai ilmu pengetahuan walaupun mereka belum mengerti ilmu yang diketahui oleh pendidik. Maka sebagai sebagai pendidik posisinya hanya mengantarkan supaya anak didik bisa mengembangkan bakatnya agar lebih krtis supaya mereka sadar bahwa banyak yang perlu diselesaikan ketimpangan-ketimpangan dalam dunianya dan mencari sendiri cara untuh memecahkanya.

Dengan demikian dalam PMMS sebagai seorang pendidik dan anak didik sama-sama sebagaio subjek dalam pendidikan tetapi yang menjadi objeknya dalah realitas soial berbeda dengan banking education model yang diterapkan dalam pendidikan adalah pendidik sebagai subjek dan anak didik sebagai objek. Hal tersebut bukan berarti antara pendidik dan anak didik lantas tidak ada garis pemilahan. Tetapi hal itu dalam rangka untuk menunjukkan eksistensi sebenarnya sebagai seorang pendidik adalah hanyalah fasilitaor bukan sebagai pembimbing. Kalau sudah ada kejelasan semacam itu berart untuk dapat menciptakan pendidikan yang dialogis akan mudah tercapai.
Selain itu juga teori freire ( PMMS ) ilmu pengetahuan bukanlah barang/uang yang dimiliki oleh seseorang , tetapi kemampuan/keterampilan untuk melihat dan mngerti kenyataan melalui bahasa yang tepat pendidikan adalah proses dimana kita memberi nama kepada dunia nyata.

Secara tidak langsung pendekataan PMMS, pendidikan bukanlah sebuah proses satu arah top down yakni dari pendidik kepada anak didik. Pendidikan yang benar harus dilaksanakan melalui dialog dimana masing-masing menawarkan apa yang mereka mengerti. Kedua-duanya menciptakan pemahaman baru melalui penggabungan dari poengetahuan masing-masing. Proses dialektis ini tidak gampang, harus dilaksanakan melalui pergumulan yang sungguh-sungguh supaya satu pihak ( pendidik ) tidak mendominasikan atau menaklukan pihak yang lebih lemah ( anak didik ) kedua-duanya harus saling menghargai ilmu pengetahuan masing-masing.