Sabtu, Maret 28, 2009

PERSETUJUAN HELSINKI; Obat Atau Racun Bagi NKRI

Tanggal 15 Agustus 2005 merupakan hari yang sangat bersejarah bagi perjalanan bangsa kita yang tercinta. Peristiwa penandatanganan MoU antara RI dan GAM seolah menjadi kado istimewa bagi Republik Indonesia yang sedang diperingati hari ulang tahunnya yang ke-60. Namun dibalik uforia kegembiraan karena telah kembalinya saudara kita ke pangkuan ibu pertiwi ini, kita juga patut waspada dengan kejadian yang baru saja terjadi dilintasan sejarah bangsa kita.

Kewaspadaan patut kita prioritaskan karena dari butir-butir kesepahaman itu muncul beberapa hal yang patut kita camkan dengan seksama. Pertama, mengenai kebebasan GAM mendirikan partai politik lokal sebagai alat partisipasi politiknya. kesepakatan ini antara lain mengindikasikan bahwa partai-partai yang ada saat ini tidak memiliki posisi tawar yang sesuai dengan masyarakat di aceh. Melihat kondisi yang sedemikian itu kita patut bertanya apakah hal yang serupa juga terjadi di daerah lain ? dan kemungkinan besar hal itu juga bisa terjadi mengingat posisi partai saat ini masih dipegang oleh para elit yang berada di jakarta dan gerak laju partaipun tergantung dari apa maunya para elit di jakarta tanpa memperhatikan kepentingan rakyat di daerah. Hal ini juga mengindikasikan bahwa desentralisasi partai politik hanya sekedar isapan jempol belaka tanpa adanya bukti yang nyata.

Kedua, kebebasan Aceh (GAM) untuk memiliki bendera (simbol-simbol) kedaerahan. Kesepakatan ini bila dilihat secara seksama dapat melunturkan nasionalisme yang memang sedang luntur dan meningkatkan chauvanisme yang dapat berakibat pada disintegrasi bangsa, mengingat kekayaan daerah yang melimpah tidak pernah dinikmati oleh rakyat setempat yang merupakan imbas dari sistem pembagian kekayaan daerah yang sentralistik. Banyak rakyat yang kelaparan di wilayah yang kaya raya akan sumber pangan, mengikuti peribahasa anak ayam mati dilumbung padi. Melihat fenomena ini tidak mengherankan jika diwaktu yang akan datang (dan itu tidak akan berjangka waktu yang lama) gejolak mengenai hal yang serupa juga akan menyeruak di daerah lainnya.

Ketiga, pemberian amnesti dan abolisi bagi seluruh anggota GAM. Pemberian amnesti dan abolisi yang bersifat mutlak ini dikhawatirkan akan mengakibatkan anomali sosial. Mengapa bisa begitu ?. analisa ini didasarkan pada keraguan akan massifnya sosialisasi dari pihak GAM. Ditambah lagi kekhawatiran akan memudarnya kesetiaan para anggota GAM karena tidak setuju dengan persetujuan yang diambil oleh para petinggi GAM yang berada di luar negeri. Bila ini memeng terjadi, maka akan timbul gerakan separatis lain yang menginginkan aceh merdeka dan terlepas sepenuhnya dari pangkuan ibu pertiwi. Mengenai hal ini kita bisa mengaca pada gerakan Abu Sayyaf yang melepaskan diri dari MNLF pimpinan Noor Misuari yang bersedia berunding dengan pemerintah Filipina

Keempat, penyerahan senjata yang dimiliki GAM dan ditariknya pasukan organik TNI dan Polri dari bumi serambi mekah. Menyikapi persetujuan ini kita patut bertanya tahukah pemerintah kita mengenai kuantitas riil dari anggota GAM dan berapa banyak serta berapa jenis persenjataan yang dimiliki oleh GAM ? pertanyan ini patut kita lontarkan karena dikhawatirkan penyerahan senjata hanya taktik yang digunakan oleh GAM untuk mengelabuhi pemerintah RI. Setelah aparat TNI dan Polri ditarik maka mereka akan melakukan manuver penelikungan terhadap kesepakatan yang sudah diambil. Yang berujung pada dikuasainya wilayah-wilayah strategis dengan begitu mudahnya karena jumlah aparat disana yang sangat kecil.

Tulisan ini tidak berniat su’udhon atau meragukan kemampuan para pemimpin kita dalam mnyelesaikan konflik di Nanggrow Aceh Darussalam. Namun hal-hal yang disebutkan diatas merupakan kejadian yang sangat mungkin terjadi dan memberikan pelajaran bagi kita karena terlalu seringnya kita ditipu oleh orang–orang yang merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Sudah cukup Timor Leste lepas dari pangkuan ibu pertiwi dan tidak boleh diikuti oleh daerah lainnya. Sudah banyak darah tertumpah di bumi serambi mekkah dan kini saatnya kedamaian dapat dinikmati dibumi Aceh Darus Salam “Rumah yang penuh dengan keselamatan.”. Amiin