Minggu, Maret 29, 2009

Agama; Kebimbangan Menatap Realitas

Agama lahir untuk menata masyarakat dari ketertindasan, kebodohan, dan kehancuran menuju masyarakat harmonis (dari individu). Agama dalam perspektif para ilmuan di bedakan menjadi dua bagian ‘ardhi dan samawi’. Secara definitif kedua kata ini berbeda akan tetapi apabila digirit pada realitasnya, maka seakan kita tidak menemukan titik perbedaan didalamnya dan bahkan agama yang Samawilah yang tidak sesuai dengan orientasi awalnya ‘menjadikan mayarakat madani’ dengan terbukti adanya kriminalitas yang ditimbulkan oleh umat-umat beragama (tanpa adanya campur tangan politik), sehingga banyak mayarakat yang tersiksa dan terkikis kecenderungannya pada agama. Maka jangan heran jika hari ini banyak sekali orang yang merumuskan agama baru ‘reduksi agama’ sebab agama yang telah selama ini mereka anut dirasa tidak dapat menatap realitas.

Agama sering kali hanya menjadi perdebatan ‘dialog’ saja bukan lagi memakmurkan –mensejahterakan umat. Agama sudah mengalami dekadensi oriented menjadi perdebatan yang melahirkan pertengkaran yang tidak beradab. Apalagi agama dijadikan jembatan meraih position dimasyarakat demi legitimasi indivudual bukan umat sehingga agama ternoda dan dinodai. Maka dari sini siapakah yang harus disalahkan ‘agamanya atau pemeluknya?.

Jika kita melihar realitas yang seperti ini seakan agama bukan lagi sebagai pembebasan bagi manusia, contoh kasarnya seperti dalam Islam terdapat golongan AHMADIAH yang membawa misi Islam, akan tetapi malah di usir dan dijarah baik oleh saudaranya sendiri ‘seagama’ sebab dianggap telah menyesatkan Islam dari ajarannya semula maupun Negara yang katanya berasaskan pancasila yang menjadi setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing malah agama ikut-ikutan mengahajar golongan ini (Negara plin-plan) itulah Negara kita Indonesia (baca: agama dan Negara). Ini secuil problem dimasyarakat kita saat ini, pertanyannya kemudian adalah agama Negara atau Negara agama Indonesia ini, dan siapakah sebenarnya yang Islam?.

Tidak salah jika MARX bersabda bahwa “agama adalah candu bagi masyarakat” dan nabi Muhammad SAW bersabda pula bahwa “umatku besok akan becah menjadi beberapa golongan”. Dari kedua dalil ini sudah cukup kuat bahwa agama harus dapat mensejahterakan masyarakat bukan membunuh masyarakat, dan tanda-tanda yang disabdakan nabi sudah mulai dampak dipermukaan ‘pecahnya umat’ yang dilahirkan dari agama yang berada jauh dari orientasinya. Dan yang sangat naïf sekali dan merupakan kebodohan umat agama ‘Islam’ adalah tidak mampu melihat kembali sabda nabi diatas sehingga lahirnya golongan-golongan dalam Islam dianggap sebagai membawa mala petaka bagi umat yang harus di singkirkan dari peradaban. Pertanyannya kemidian adalah dimanakah letak makna kata ‘perbedaan itu adalah rahmat’? Apakah Islam juga PLIN-PLAN?.

sering dimasyarakat sekarang terjadi pengkaburan makna agama sehingga setiap individu memiliki cara pandang sendiri-sendiri sebab tokoh yang mereka anut ‘ulama, pendeta’ dan tokoh lainnya banyak yang sudah memalingkan agama dari orientasi awalnya dan masyarakat sudah terkikis rasa kepercayaannya pada mereka. Sudah saatnya agama tidak didiolgkan, harus direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat agar tidak lagi terjadi marjinalisasi agama dan kriminalisasi agama oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Tugas kita hari ini adalah mengembalikan agama pada habitatnya. Agama harus berdiri sendiri jangan dicampur adukkan dengan urusan pribadi dan golongan, orang yang sepeti inilah yang harus di adili bukan malah orang yang menjalankan ajaran agamanya yang harus di hokum dan diadili diperadilan seperti Gus Muhammd Roy rahmatullahu alaih. Maka pribadi penulis mengajak ‘jangan sampai agama disalah artikan dan dijadikan tunggangan’.