Minggu, Maret 29, 2009

PEMILU DAN POLITIK; Sebuah Prolog

Oleh : Foead Nashir

Udara kota Surabaya terasa begitu menyengat ditengah bulan puasa ini.
Akankah cuaca yang seperti ini akan menjadi lebih “menyengat” lagi dengan adanya pemilu raya di lingkungan fakultas Tarbiyah ?

Berbicara mengenai pemilu, maka kita tidak akan terlepas dari nuansa politis. Mengingat adanya kesamaan dari kedua hal tersebut yakni berujung pada perebutan kekuasaan. Membincangkan politik atau pemilu bukanlah suatu yang tabu, karena pemilu merupakan pilar utama dari demokrasi. Namun membincangkan pemilu akan menjadi tabu jika tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masing-masing kubu mengindikasikan adanya tindakan-tindakan yang menodai kesucian dari pemilu itu sendiri (Black Compaign). Artinya, bukan pemilunya yang tabu tapi tindakan yang mencoreng keagungan demokrasilah yang tabu.

Dalam ranah politik, memang ada indikasi ke arah tindakan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan (power/kekuasaan). Sebagai mahasiswa yang begitu “Phedhenya” melabelkan istilah Agent Of Change pada dirinya, maka pemilupun dapat dijadikan sebagai aktualisasi “Change” atau perubahan. Perubahan disini tentunya mengarah kepada hal-hal yang positif dan bukan sebaliknya. Perubahan yang diinginkan bukan hanya mengenai person yang ada didalamnya tetapi juga adanya suatu kinerja yang betul betul baru, semangat baru dan program-program baru.

Ada beberapa hal yang harus kita ketahui agar kita tidak terjebak pada frame politik itu kotor, karena sesungguhnya selain tindakan, di dalam khasanah perpolitikan masih ada hal lain yang harus kita ketahui yakni mengenai filsafat politik, ilmu politik, budaya politik dan etika politik.

Pertama. Filsafat politik, mendasarkan pada suatu penafsiran hakikat politik yang bersifat hipotesis. Filsafat politik bertugas membangun konsep-konsep yang membuat politik semakin dipahami secara lebih mendalam. Ciri khas dari filsafat politik adalah : reflektif, sintesis dan menyeluruh sehingga menuntut pengambilan jarak untuk tetap kritis terhadap realitas politik.

Kedua. Ilmu politik, mendasarkan segala sesuatu berdasarkan pengamatan empiris. Ilmu politik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : deskriptif, analisis, dan penjelasan karena ambisi keilmiahannya, ilmu politik ingin menjangkau ideal sebuah pengetahuan obyektif dan menerapkan prinsip bebas nilai atau netralitas aksiologis (yang tentunya tidak mungkin)/Haryatmoko; etika politik dan kekuasaan.
Ketiga, budaya politik dalam konteks ini bertujuan; Pertama, mau menekankan aspek normatif, kaidah politik dan terutama pembinaan nilai dan perwujudan cita-cita seperti kesejahteraan umum, keadilan, dan keharuman bangsa. Kedua, dimaksudkan sebagai yang mengarahkan dan yang membentuk tata hidup, perilaku, dan juga etos bangsa. Dengan demikian, aktifitas politik bukan pertama-tama karena kodrat sosial manusia, tetapi sesuatu yang diusahakan.

Keempat, Etika politik. Ada beberapa point penting yang terdapat dalam etika politik, Pertama, etika politik mengajak untuk berpikir secara kritis dalam arti menempatkan pada posisi orang lain. Memperhitungkan orang lain, bertemu wajah dan mempunyai empati mengandung dimensi moral yang lain. Tiadanya pemikiran yang memposisikan pada orang lain sudah merupakan bentuk kejahatan atau awal dehumanisasi. Kedua, etika politik membantu untuk memberi penjelasan isi normatif yang ditunjuk oleh sejarah, fakta ekonomi, sosial dan budaya. Ketiga, etika politik menguji dan mengkritik legitimitas keputusan politik, institusi dan praktek politik. Akhirnya, etika politik merupakan landasan moral bagi segala tindakan politik yang kita lakukan.

Setelah kita membicarakan politik secara global, kini saatnya membreak down narasi besar diatas dengan konteks kekinian (Pemilu di fakultas Tarbiyah). Pemilu sebagai wahana pembelajaran politik mahasiswa merupakan suatu keniscayaan. Hal ini mengingat kehidupan mahasiswa yang tidak hanya sebagai voter dalam pemilu, tetapi juga sebagai orang yang akan menggantikan para sesepuh (pendahulu) kita (Subbanul Yaum, Rijalul Mustaqbal ) dalam segala hal (termasuk di bidang politik). Jadi intinya sah-sah saja. Namun jika kita belajar, maka alangkah baiknya kita belajar secara holistik (menyeluruh), maksudnya, disamping kita asyik bermain/bertindak politik, kita juga harus memperhatikan unsur-unsur yang telah disebutkan diatas, terutama dalam hal etika politik agar kita tidak Ngawur dalam berpolitik.
Akhirnya, selamat berpemilu raya, semoga pemilu bukan hanya sebuah ritual yang setiap tahun kita lakukan, tetapi merupakan sebuah simbol demokrasi. Di dalamnya ada suksesi, argumentasi dan rasionalisasi. Selamat menjadi politikus, tetapi jangan politikus busuk yang semakin merendahkan derajat kemanusiaan menuju derajat kehewanan.